Dulu ada anak remaja yang melihat seorang ustad dengan gagah dan lantangnya menunjukkan kesalahan orang lain dihadapan umum ketika dia sedang berdakwah disuatu mesjid. Entah kenapa si anak tadi merasa si Ustad itu tampil keren hingga membuat si anak tersebut ingin meniru gaya beliau saat menyampaikan sesuatu.
Akhirnya saat presentasi mata pelajaran IPA dengan materi Nikotin, si anak tadi meniru cara bicara sang Ustad dengan nada lantang si anak bilang bahwa "Orang yang meroko itu adalah orang yang bodoh, coba pikir sama temen-temen semua ketika temen-temen sedang jalan terus temen-temen liat ada papan dengan tulisan 'awas didepan ada jurang jangan lewat sini' maka pasti temen-temen akan cari jalan lain karena cuma anak bodoh yang akan melewati jalan yang ada jurangnya. Sama halnya dengan rokok udah tau ada tulisan dilarang merokok bisa menyebabkan kanker, serangan jantung, dll masih aja di isep.. Tapi setelah selesai presentasi malah banyak anak-anak yang merasa tersinggung karena dia meroko bahkan sambil membandingkan guru yang meroko juga 'eh si pak anu meroko juga berarti dia orang yang bodoh juga dong'. Ngomong-ngomong anak remaja itu adalah saya.. hehehe
intinya ketika kita menyampaikan pesan untuk perbaikan diri orang lain janganlah sampai kita mempermalukan orang tersebut dihadapan orang lain. Berikut ada kisah ulama besar semoga bisa menjadi inspirasi.
Kisah ulama besar ahli hadits ini bisa kita jadikan teladan dalam perkara saling memberi nasihat. Karena saling menasehati, betapapun ia adalah salah satu sendi dalam agama Islam, tetap memerlukan adab dan tata caranya sendiri.
Sebab seringkali, orang bukannya tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan, tetapi ia tidak menerima cara kebenaran itu disampaikan.
Maka, nasehat yang baik tetap harus menjaga perasaan juga kehormatan saudara kita, karena itu adalah hak persaudaraan kita.
Adalah Harun ibn 'Abdillah, seorang ulama ahli hadits yang juga pedagang kain di kota Baghdad, menceritakan betapa ihsannya seorang Ahmad ibn Hanbal dalam mengkritik dan memberi nasehat.
"Suatu hari, " Harun ibn 'Abdillah berkisah, "Saat malam beranjak larut, pintu rumahku di ketuk".
"Siapa?" tanyaku.
"Ahmad", jawab orang diluar pelan.
"Ahmad yang mana?" tanyaku makin penasaran.
"Ibn Hanbal", jawabnya pelan.
Subhanallah, itu guruku..!! kataku dalam hati. Maka kubuka pintu. Kupersilakan beliau masuk, dan kulihat beliau berjalan berjingkat, seolah tak ingin terdengar langkahnya. Saat kupersilakan duduk beliau menjaga agar kursinya tak berderit mengeluarkan suara.
"Wahai guru, ada urusan yang penting apakah sehingga dirimu mendatangiku selarut ini..??
"Maafkan aku ya Harun... Aku tahu biasanya engkau masih terjaga meneliti hadits selarut ini, maka akupun memberanikan diri mendatangimu, ada hal yang mengusik hatiku sedari siang tadi."
Aku terkejut. Sejak Siang..??"Apakah itu wahai guru..??"
"Mmm begini.."suara Ahmad ibn Hanbal sangat pelan, nyaris berbisik. "Siang tadi aku lewat disamping majelismu, saat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan murid-muridmu terkena terik sinar matahari saat mencatat hadits-hadits, sementara dirimu bernaung dibawah bayangan pepohonan.
Lain kali, janganlah seperti itu wahai Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana murid-muridmu duduk...!!
Aku tercekat, tak mampu berkata..
Maka beliau berbisik lagi, mohon pamit, melangkah berjingkat dan menutup pintu hati-hati.
MashaAllah.. inilah guruku Ahmad ibn Hanbal, begitu mulianya akhlak beliau dalam menyampaikan nasehat. Beliau bisa saja meluruskanku langsung saat melintasi majelisku. Tapi itu tidak dilakukannya demi menjaga wibawaku dihadapan murid-muridku.
Beliau juga rela menunggku hingga larut malam agar tidak ada orang lain yang mengetahui kesalahanku. Bahkan beliau berbicara dengan suara yang sangat pelan dan berjingkat saat berjalan, agar tidak ada anggota keluargaku yang terjaga. Lagi-lagi demi menjaga wibawaku sebagai imam dan teladan bagi keluargaku.
Teringat perkataan Imam Asy Syafi'i, "Nasehati aku saat sendiri, jangan di saat ramai dan banyak saksi. Sebab nasehat ditengah khalayak, terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak; Maka maafkan jika hatiku berontak...
Sumber : Dalam Dekapan Ukhuwah
Banyak sekali orang yang berniat memberi nasehat pada orang yang dianggapnya salah dan keluar dari jalan kebenaran, namun dengan cara-cara yang kurang ma'ruf dan beradab. Sehingga apa yang ingin di sampaikan justru menjadi pangkal perselisihan.
Karena itu, banyak-banyaklah kita belajar adab sebelum belajar ilmu, agar ilmu kita bermanfaat bagi saudara-saudara kita dan bukan menjadi sumber perpecahan dan perselisihan diantara kita.
0 komentar:
Post a Comment